(Review) Roman Negeri Senja Karya Seno Gumira Ajidarma


Judul               : Negeri Senja
Penulis             : Seno Gumira Ajidarma
Tebal               : xx + 242 hlm
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit    : November 2018
Cetakan           : ke-4
ISBN               : 978-602-424-410-1

           Seno Gumira Ajidarma adalah seorang penulis dari generasi baru sastra Indonesia. Beliau lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958. Putra dari Prof. Dr. M.S.A Sastrimidjojo, seorang guru besar FMIPA UGM. Beliau telah menulis beberapa buku, antara lain Atas Nama Malam, Wisanggeni – Sang Buronan, Biola Tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, Negari Senja, dan Sepotong Senjan untuk Pacarku.

Selain menulis, Beliau juga bekerja sebagai wartawan, fotografer, dan kritikus film Indonesia. Seno menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, dan rambut boleh gondrong. Beliau juga sudah mendapatkan beberapa penghargaan, salah satunya yaitu penghargaan SEA Write Award pada tahun 1987. Kesibukan Seno saat ini adalah membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di Pusat Dokumentasi Jakarta-Jakarta. Sekarang Seno menjadi Rektor di Institut Kesenian Jakarta sejak 2016 dan tetap menjadi dosen di Fakultas Film dan Televisi  dan Sekolah Pasca Sarjana IKJ, ISI Surakarta, dan UI.

            Roman Negeri Senja ini dilengkapi dengan ilustrasi dari tokoh-tokoh dalam roman tersebut. Tokoh-tokohnya yaitu Puan Tirana Sang Penguasa yang Buta, Guru Besar, Komplotan Pisau Belati, Pengawal Kembar, Pasukan Berkuda, Penduduk Negeri Senja, Kaum Fakir, Pembicara di Tepi Sungai, Pelajar Sekolah Bebas, Rajawali Muda dan tokoh utamanya adalah Aku. Roman Negeri Senja ini bercerita tentang seorang pengambara/musafir lata yaitu “Aku” yang sedang melakukan perjalanan di sebuah negeri yang tidak terdapat dalam peta, di dalam Roman tersebut dikatakan negeri itu ada tapi tiada, negeri yang miskin dimana waktu tidak bergerak karena selalu senja sebab matahari tertahan di cakrawala. Bahkan tidak ada pagi, siang dan malam. Sepanjang hari hanya senja.
           
Konon hanya konon katanya negeri tersebut telah berdiri sejak 500 tahun semenjak “Aku” sampai di kota itu dan sejak 200 tahun itu dipimpin oleh Puan Tirana yang katanyaadalah seorang perempuan buta yang kejam, karena semua yang berbau pengetahuan dan kebebasan berpendapat merupakan hal yang sangat tabu dilakukan. Orang-orang cendekiawan dibunuh dan orang-orang yang menentangnya juga akan dibunuh. Tidak ada yang tau bagaimana Tirana bisa berkuasa di negeri tersebut karena sejarah telah dihapuskan. Selama kepemimpinan Tirana, pemberontakan, pertentangan dan percobaan pembunuhan sering dilakukan terhadapnya, tetapi karena Tirana memiliki kemampuan membaca pikiran setiap orang yang terkena sinar senja maka ia bisa membunuh para pemberontak itu. Oleh karena itu, rakyat di Negeri Senja menjadi terbiasa hidup dalam kegelapan. Sepertinya itu yang diinginkan Tirana karena diriya buta.
           
Tirana memiliki kemampuan untuk memenjarakan rom, kemudian roh-roh itu disiksanya. Tirana memenjarakan roh tersebut karena ingin tahu apa gagasan-gagasan yang dibawa sampai mati, maka ia memburu musuh-musuhnya kea lam kematian. Roh itu dipenjarakan agar Tirana dapat menjaga gagasan-gagasan yang tak pernah diketahuinya itu di dunia orang mati tetap terpenjara, karena apabila gagasan akan kebebasan merasuki pikiran orang-orang hidup maka kekuasan Tirana atas gagasan sudah hilang.
           
Rakyat yang merasa sangat tertindah membentuk kesatuan untuk melakukan perlawanan terhadap Tirana, yang dinamai Partai Hitam. Namun di tengah-tengah perlawanan, Tirana yang memiliki kekuatan seperti Tuhan membantai orang-orang dan membakr Negeri Senja hingga yang tersisa istana pasir. Karena “Aku” telah menyaksikan seluruh peristiwa mengerikan itu, ia tak tahan dan pergi meninggalkan negeri tersebut dengan segala rahasia di dalamnya dan meneruskan perjalannya.
           
        Bahasanya cukup mudah untuk dipahami, tapi jalan ceritanya membingungkan. Ditambah dengan sedikit sekali dialog dalam buku ini yang kadang membuat jenuh. Biasannya dalam sebuah novel itu didominasi dengan dialog tapi beda halnya dengan buku ini yang mungkin dapat di hitung dengan jari. Mungkin karena buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama yang merupakan musafir di Negeri Senja.
           
Namun, dibalik semua itu banyak hal yang bisa kita ambil dari buku ini, misalkan mengenai hubungan Istana Pasir dengan Kuil matahari sebagai tempat keagamaan, disini disebutkan bahwa kekuasaan akan seimbang jika diimbangi dengan agama. Dan juga mengenai cinta “mereka yang dikuasai cinta akan lebih mudah menderita daripada mereka yang menguasainya” halamam 176, dan juga hal lainnya.

Ciri khas Seno selalu memposisikan pembaca sebagai penentu (ending) dalam novelnya. Ia menyerahkan kepada pembaca bagaimana akhir dari perjalanan Sang Pengembara dan perjalanan ceritanya. Seno tentu menyelipkan semacam misteri yang bisa lebih dibilang sebagai keberserahan pembaca menentukan bagaimana akhirnya. Maka dalam Novel Negeri Senja pembaca akan menemukan dirinya sendirilah sebagai pengembara tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Review) Naskah Drama Mega Mega Karya Arifin C. Noer

(Review) Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu Karya Joko Pinurbo

(Review) Kumpulan Cerpen Corat-Coret di Toilet Karya Eka Kurniawan