Resensi Novel Siddhartha Karya Hermann Hesse
Siddhartha: Perjalanan Menuju
Kedamaian
Judul :
Siddhartha
Penulis :
Hermann Hesse
Alih
Bahasa : Gita Yuliani
Tahun
Terbit :
2014
Jumlah
Halaman : 168
Penerbit : PT Gramedia Pustaka
Utama
ISBN : 978-602-03-0419-9
Siddhartha merupakan salah satu
novel karya Hermann Hesse, penulis dan peraih nobel sastra asal Jerman. Novel
ini mengisahkan perjalanan Siddhartha ̶ seorang anak Brahmana dalam mencari
kebijaksanaan. Ketidakpuasaannya terhadap pengajaran para Brahmana memmbuatnya
ingin memulai perjalanan pencarian kebijaksanaan bersama temannya, Govinda.
Mereka masuk ke dalam hutan untuk bergabung bersama Samana. Namun, Sidhartha
tak menemukan kebijaksanaan itu. Kemudian mereka berguru pada Gautama, seorang
Buddha yang sudah mencapai level enlightment. Bersama Gautama, Siddhartha
mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun, ia masih merasa tak puas dan ingin
mencari kebijaksanaan itu sendiri. Lalu, Siddhartha dan Govinda berpisah,
menempuh jalan mereka masing-masing.
Dalam pengembaraannya,
Siddhartha menumpang sebuah perahu yang dikemudikan oleh Vasudeva. Di kota ia
bertemu dengan pelacur kelas tinggi yang tersohor, Kamala. Pelacur itu memiliki
paras cantik. Puja dan puji keluar dari mulut Siddhartha untuk menaklukkan sang
pelacur. Malamnya, Siddhartha datang untuk meminta pengajaran pada pelacur
tersebut.
Tak mudah menaklukkan hati
seorang pelacur kelas kakap macam Kamala. Ia mau memberikan pengajaran itu
asalkan Siddhartha bersedia memberikan hadiah-hadiah dan uang untuk Kamala. Siddhartha
mau tidak mau harus bekerja. Siddhartha memiliki keahlian melantunkan
syair-syair indah, membaca, dan menulis. Kamala memerintahkannya untuk bekerja
pada seorang pedagang bernama Kamaswami. Si pedagang mengamanahi tugas
menuliskan surat-surat penting dan kontrak-kontrak kepada Siddhartha. Dari
pekerjaan ini, Siddhartha mampu memenuhi apa yang menjadi keinginan Kamala.
Rupanya pencapaian ini tak membuat hatinya damai. Siddhartha memutuskan kembali
mengembara dan meninggalkan kehidupan mewahnya.
Siddhartha melanjutkan
pengembaraannya. Ia kembali menumpang sebuah perahu. Ya, perahu yang sama yang
pernah ia naiki beberapa waktu silam, dengan pengemudi yang sama, Vasudeva. Bersama
Vasudeva, Siddhartha menjalanit hidup yang baru, melupakan semua hal yang
berbau duniawi. Bersama Vasudeva, banyak kejadian yang tak pernah ia duga
sebelumnya.
Novel ini merupakan novel klasik
tentang tokoh agama Buddha yang wajib dibaca. Di dalam novel ini Siddhartha dan
Gautama itu berbeda, Siddhartha itu lebih tepatnya murid Gautama atau Gotama.
Novel ini tipis, tak sampai 200 halaman, sehingga cocok dibaca saat waktu
senggang disela-sela aktivitas sehari-hari dan tak memerlukan waktu yang lama
untuk menyelesaikannya.
Novel-novel klasik seperti ini
sudah didesain indah sejak dulu oleh para penulisnya. Memang, tak perlu lagi
berkomentar tentang plot yang berantakan atau cerita yang tak masuk akal. Tak
perlulah mengajari penulisnya soal cara menulis cerita agar disukai pembaca.
Berbeda dengan novel masa kini
yang bisa dikritik habis-habisan. Sejatinya, novel klasik dicetak kembali untuk
dinikmati oleh generasi setelahnya. Sebagai penikmat novel klasik, suka atau
tidak suka itu hanya masalah selera.
http://uny.ac.id http://library.uny.ac.id http://journal.uny.ac.ia
http://uny.ac.id http://library.uny.ac.id http://journal.uny.ac.ia
Komentar